Minggu, 26 Juni 2011

Berhenti Berharap dan Berhenti Memberi Harapan.

Ketika Allah menghendaki kami sebuah pertemuan, aku mengagumi pribadinya yang sederhana dan shalihah. Siapa sangka ternyata dia pun menyimpan rasa yang sama. bahkan akupun berniat mengutarakan perasaanku  dengan langsung mengutarakan niat klo aku ingin  mengkhitbahnya…

Namun sayang, cinta itu datang di saat yang belum tepat karena Aku masih punya amanah yang belum terselesaikan. Dan mungkin aku masih harus menanggung amanah itu 1 tahun lagi dan itupun belum pasti tapi aku berharap 1 tahun itu aku bisa mnyelesaikannya.

Lalu, dia bersedia menungguku, menunggu di batas waktu, dan akupun menyetujuinya. Dia akan menjauh dengan dunianya dan akupun akan menjauh dengan duniaku sendiri. Tidak mungkin bagi kami mengikat cinta antara kami dengan hubungan kasih bernama PACARAN. Karena kami berdua faham betul tidak ada tuntunan pacaran dalam islam. Meskipun dalam hati kami takut jika kami tidak dapat bersatu karena tidak ada ikatan antara kami, tapi kami lebih takut pada-Nya jika harus menjalin asmara dalam keadaan kami yang faham syariat Islam.



Ku pikir menunggu di batas waktu itu mudah. Tapi ternyata menjalaninya tak semudah yang ku bayangkan. Apakah karena adanya campur tangan Syaitan atau aku sendiri yang tak bisa mengendalikan nafsu ku sendiri? Rasa cinta yang ku simpan rapi dalam hati itu menjadi boomerang untukku sendiri. Rasa cinta itu berbuah rindu yang mecabik-cabik hatiku. Mampukah aku melarang bibirku untuk mengungkapkan rindu padanya? Mampukah aku tetap diam meski batinku menjerit perih karena rindu?? Dalam setiap sujudku, bayangannya pun tak mau absen menggangguku, bayangannya selalu hadir mengganggu kekhusuk’an shalatku, waktu senggangkupun di penuhi bayangan-bayangan masa depan hidup bersamanya, membuatku menjadi panjang angan-angan. Astaghfirullah.. apa yang terjadi padaku???



Jika orang yang berpacaran bisa mengobati kerinduan mereka dengan pertemuan, Menghubungi via telphone atau mengirim Message sebagai penawar rindunya, lalu aku , apa yang harus aku lakukan agar rasa rindu ini tidak lagi mencabik-cabik hatiku??? Istighfar.. ya Istighfar sebanyak-banyaknya, Tapi jika aku sudah kembali diam, rindu itu akan kembali datang merongrong qalbuku.

Rasa rindu yang semakin hari semakin menyiksaku akhirnya mampu membuatku khilaf, dengan mengucapkan padanya dan mengungkapakan betapa tersiksanya aku menaggung derita cinta ini. Aku benci diriku sendiri, kenapa aku tidak mampu menahan diri. Ternyata aku tidak mampu menunggunya dengan tetap diam menjaga Izzah sampai ke batas waktu. Meski aku tidak berpacaran dengannya, aku sudah banyak mengecewakan Rabb ku dengan mencintainya. Aku telah melakukan aktivitas yang tidak di sukai-Nya, merindukan dia melebihi rinduku pada-Nya, mengingat dia melebihi aku mengingat-Nya, Bahkan waktu sholatku yang menjadi waktu istimewa antara aku dan Rabbku pun tidak luput dari kejaran bayangannya.


Akhirnya Ku putuskan untuk berhenti.
Berhenti menanti batas waktu itu.
Berhenti berharap dan memberi harapan.
Aku tidak sanggup menanggung cinta itu jika harus bermaksiat pada-Nya.
Aku tidak sanggup menunggu, jika penantian itu bagaikan penyakit yang semakin hari semakin membuatku lemah dan menyiksa batinku.
Aku tidak sanggup berharap jika harapan itu hanya membuatku panjang angan-angan.
Aku ingin mengembalikan rasa cinta itu kepada Yang Menganugerahkan. Karena hati ini Milik-Nya dan menjaga hati ini adalah tanggung jawabku.
Aku berusaha melepaskanmu dari hatiku…
Aku lebih memilih hidup tenang bersama Cinta-Nya.
Karena Cinta mu hanya menghadirkan kegundahan dan penderitaan.
Biarlah Allah Ta’ala yang memilihkan Calon Bidadari  untukku dalam Genggaman-Nya. Ku harap Ia mempertemukan aku dengan Cinta itu, dengan Bidadari  itu nanti.. Di saat yang tepat, saat tidak ada alasan lagi bagiku untuk menunda2 waktu dan meminang seorang Bidadari yang mencintaiku Karena-Nya.......
------------------


sumber:http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150225009291912&comments
(sedikit di edit seperlunya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar