Sabtu, 30 Juni 2012

Arti Sebuah Cinta

Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi

Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.

Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat. Seorang pezina dengan gampang tanpa diiringi rasa malu mengatakan, “Kami sama-sama cinta, suka sama suka.” Karena alasan cinta, seorang bapak membiarkan anak-anaknya bergelimang dalam dosa. Dengan alasan cinta pula, seorang suami melepas istrinya hidup bebas tanpa ada ikatan dan tanpa rasa cemburu sedikitpun.

Cinta Sejati Dalam Islam

Makna ‘Cinta Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?


Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian ‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.

Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang selama ini menghiasi hati anda?

Sabtu, 23 Juni 2012

Dia Tak Mau Bertanggung Jawab

Assalamu’alaikum,
Ustadz, saya akhwat 23 tahun. Saya sungguh menyesal terhadap hubungan saya dengan seorang ikhwan. Saya menyesal karena telah melakukan dosa besar (zina). Saya sungguh-sungguh telah bertaubat, memohon ampun pada Allah ta’ala. Saat ini, ikhwan tersebut pun telah menyesali perbuatannya, namun dia ingin memutuskan hubungan dengan saya. Padahal, rencana pernikahan telah disusun. Dia bilang, saya lebih pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik di bandingkan dengan dia. Karena dia takut, keturunan kami nanti menjadi keturunan yang sama seperti orang tuanya.
Saya telah meminta pertanggungjawaban dia untuk menikahi saya dan membuat semua ini menjadi lebih baik dari sebelumnya, walaupun saya tidak sampai hamil dan saya masih perawan, saya merasa tetap dialah yang wajib bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada kami. Namun, dia tetap mengatakan bahwa saya lebih pantas bagi laki-laki yang lebih baik dari dia.

Saya hanya takut, aib ini akan terbongkar jika saya tidak menikah dengan dia. Saya juga tidak ingin menyakiti laki-laki yang jelas tidak bersalah untuk menanggung aib saya jika saya menikah dengan orang lain bukan dengan dia. Saya mohon petunjuk dari ustadz…
Apa yang dapat saya lakukan? Saya hanya benar-benar ingin dia yang bertanggung jawab, bukan laki-laki lain. Bagaimana caranya saya menjelaskan ini kepada dia, agar dia paham maksud saya hingga dia mau menikahi saya? Terimakasih.
Wassalamu’alaikum
Hamba Allah

Aqidah Salafiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Profil Radio Rodja 756 AM